JAKARTA – Agus Nugroho, Kepala Daerah Operasi II PT Kereta Api Indonesia (KAI), berencana mengerahkan anak buahnya untuk menolak proses eksekusi pengosongan aset PT KAI di Jalan Elang Bandung.
“Upaya apa pun kami akan melawan,” ujar Agus di kantornya kepada tempo, Selasa (1/10/2013).
Aset PT KAI yang berupa 14 rumah di atas tanah seluas 13 ribu meter persegi itu digugat kepemilikannya oleh 33 orang yang mengaku sebagai ahli waris Soehe alias Oehe. Gugatan yang diajukan oleh Odas dan kawan-kawan ini telah dimasukkan sejak 2008 lalu di Pengadilan Negeri Bandung.
Dalam semua tingkatan pengadilan, PT KAI selalu kalah, termasuk putusan kasasi di Mahkamah Agung. Singgih Budi Prakoso, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Bandung, telah menerbitkan Surat Penetapan Eksekusi pada 27 September 2013 lalu.
Namun, Agus mengatakan PT KAI akan melakukan perlawanan terhadap proses eksekusi tersebut. Agus menegaskan dia akan mengerahkan pegawai PT KAI untuk mencegah proses eksekusi.
“Saya akan mengerahkan pegawai, tugas saya selain melayani penumpang juga mengamankan aset negara,” tegas Agus.
Agus mengatakan, proses peradilan dan bukti kepemilikan penggugat dinilai ganjil. Salah satu keganlan yang ada adalah dua segel surat tanda bukti jual beli tanah berbahasa Sunda bertanggal 19 November 1932 dan 7 Februari 1934 antara Soehe alias Oehe dengan Djoemena sebagai penjual tanah yang kini jadi sengketa itu diduga palsu. Menurut Agus, pada tanda bukti itu menggunakan pilihan kata yang tak lazim di zaman itu, di antaranya “roepia” bukan gulden serta menyebutkan satuan mata uang, dan penulisan “Februari” yang menggunakan huruf “u” bukan “oe”.
Agus juga menuding, proses terbitnya penetapan peradilan juga dinilai terlalu terburu-buru. Tanpa meminta pengukuran lokasi objek sengketa dari BPN Kota Bandung, penggugat tanah negara yang dikelola PT KAI itu mengajukan permohonan eksekusi pada 25 September 2013. Lalu, dua hari kemudian Surat Penetapan Eksekusi yang diteken Singgih terbit. Alasan pengadilan, PT KAI tidak mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali. “Luar biasa,” ucap Agus.