PT Kereta Api Indonesia (KAI) menandai peringatan ulang tahun ke-71 mereka pada 28 September lalu dengan meluncurkan rangkaian kereta api ekonomi komersial terbaru untuk menggantikan peran kereta api kelas bisnis. Namun sayangnya, di balik tampilan yang serba gres, fasilitas di kereta api teranyar itu justru jauh dari kata memuaskan.
Para pengguna jasa kebanyakan mengeluhkan tata letak kursi dengan formasi 2-2 yang terlalu berdempetan sehingga terasa sempit. Selonjoran menjadi barang yang langka bagi sebagian penumpang. Di samping itu, meski kursi memang empuk, namun terasa kaku alias tidak bisa diatur (reclining seat) dengan sandaran yang begitu tegak.
“Interior sih oke. Tapi, perjalanan kami ini berjam-jam dan kaki susah digerakkan,” keluh seorang penumpang bernama Praminingsih ketika naik KA Mutiara Selatan tujuan Surabaya. “Sandaran kursi juga terlalu kaku dan kami harus (duduk) tegak terus selama perjalanan.”
“Ini sih kursi buat bus-bus umum, sempit sekali,” timpal penumpang yang lainnya. “Kami juga sempat komplain ketika berangkat kepada petugas.”
Di media sosial, tata letak kursi kelas ekonomi komersial itu juga menjadi sorotan. Jarak antar-kursi itu bahkan disamakan dengan kursi bus bumel, bus ekonomi yang tak jarang menumpuk penumpang. “Kursi kereta ekonomi itu tegak dan sempit, pinggang penat duduk terus selama 13-15 jam, untuk kesehatan juga kurang baik,” komentar akun @mennir di media sosial Twitter.
Rangkaian kereta api kelas ekonomi terbaru itu sendiri diproduksi oleh PT INKA, berjumlah 5 set dan dipesan pada tahun 2014 lalu. Kehadiran KA ekonomi ini ditujukan untuk menggantikan peran kereta kelas bisnis, di antaranya KA Fajar Utama dan Senja Utama rute Yogyakarta-Pasar Senen serta KA Mutiara Selatan relasi Bandung-Surabaya.