PT KAI Bakal Naikkan Tarif Tiket Kereta Api Jarak Jauh

Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI - ekonomi.bisnis.com
Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI - ekonomi.bisnis.com

Jakarta – PT Api Indonesia (KAI) akan menaikkan kereta jarak jauh sejalan dengan ketentuan maksimal 70% dari kapasitas total. Rencana ini dilakukan guna menutup tingkat keterisian atau okupansi yang dibatasi karena adanya kebijakan physical distancing dalam umum selama pandemi virus corona (Covid-19).

“Mengenai kenaikan tiket, jadi kami PT KAI akan melakukan kenaikan tarif tiket karena okupansi yang disyaratkan ini tidak mencapai 100%,” ungkap Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, Kamis (11/6), seperti dilansir Detik.

Lebih lanjut Didiek menyatakan bahwa kenaikan tarif tiket KA tersebut dihitung secara proporsional, yakni menghitung biaya operasi dan margin dengan membaginya dengan jumlah penumpang. “Kami akan naikkan secara proporsional, artinya biaya operasi kami plus margin yang biasanya kami bagi dengan jumlah penumpang okupansi 100% maka pembaginya saat ini 70%,” terang Didiek.

Terkait rencana kenaikan tarif tiket , pihak KAI mengaku sudah memperoleh persetujuan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dengan demikian, nantinya tiket KA yang dipesan oleh penumpang telah mengalami kenaikan. “Kami sudah diskusikan dengan Dirjen KA dan kami sudah diperbolehkan. Sehingga tarif tiket yang muncul di tarif tiket yang sudah mengalami penyesuaian,” beber Didiek.

Tiket kereta api sendiri pada dasarnya terbagi dua, yaitu tiket kereta komersial dan PSO. Adapun untuk tiket komersial pihak KAI dapat menaikkan harga tetapi dalam koridor yang ditetapkan oleh Kemenhub. Sedangkan untuk tiket kereta PSO harus memperoleh izin dari pemerintah. “Untuk komersial kita sesuaikan secara proporsional sesuai okupansi sementara untuk PSO kami akan berkonsultasi dengan pemerintah,” tegas Didiek.

Sementara ini PT KAI hanya dapat meraup pendapatan sebesar Rp400 juta per hari khusus angkutan penumpang sejak merebaknya Covid-19. Pendapatan yang diperoleh dari sektor angkutan penumpang pun kabarnya anjlok drastis hampir 93%. Alhasil, pendapatan dari angkutan penumpang hanya 7% dari hari-hari normal.

“Pendapatan harian angkutan penumpang pada kondisi normal sebesar Rp22 miliar, sedangkan pada akhir pekan mencapai Rp26 miliar – Rp28 miliar. Hal tersebut benar-benar memberikan dampak yang luar biasa kepada perseroan,” ujar Didiek.