
Sukabumi – Mulai Selasa (4/9) lalu, harga tiket kereta api (KA) Pangrango yang melayani rute Sukabumi-Bogor rupanya mengalami kenaikan. Informasi tersebut bisa dilihat lewat situs resmi PT Kereta Api Indonesia (KAI), www.kai.id. Kenaikan tarif tiket tersebut mencapai Rp 10 ribu untuk kelas ekonomi, dari yang awalnya Rp 30.000 menjadi Rp 35.000, sedangkan untuk kelas eksekutif naik dari Rp 70.000 menjadi Rp 80.000.
“Ya mulai hari ini (Selasa) untuk kereta api Pangrango mengalami penyesuaian tarif yang semula kelas eksekutif Rp 70 ribu menjadi Rp 80 ribu. Sedangkan kelas ekonomi dari Rp 30 ribu menjadi Rp 35 ribu,” kata Kepala Stasiun KA Sukabumi, Heru Salam, Selasa (4/9), seperti dilansir Sukabumiupdate. Kenaikan ini rupanya merupakan kali kedua setelah Juni 2018 lalu. “Awal naik Juni kelas ekonomi dari Rp 25 ribu menjadi Rp 30 ribu, sedangkan kelas eksekutif dari Rp 60 ribu menjadi Rp 70 ribu,” sambungnya.
Harga tersebut pun berlaku setiap hari, tak ada lagi perbedaan harga antara keberangkatan saat weekday (hari biasa) atau weekend (akhir pekan). Sayangnya ketika ditanyai terkait alasan kenaikan tarif KA Pangrango tersebut, Heru hanya berkata bahwa hal ini murni kewenangan PT KAI atau pihak pusat untuk menjawabnya.
“Soal itu, bukan kewenangan saya untuk menjawab tetapi ada di humas (PT KAI), di sini kapasitas saya hanya mensosialisasikan penyesuaian tarif ini kepada masyarakat dengan cara menempelkan di papan pengumuman Stasiun Sukabumi atau dengan menyebarkan informasi di medsos,” jelas Heru.
Lebih lanjut Heru mengatakan jika kenaikan harga tiket KA Pangrango ini tak berdampak terlalu signifikan terhadap jumlah penumpang. Berdasarkan pantauan di lapangan, jumlah calon penumpang KA Pangrango dilaporkan tetap sama seperti biasanya. “Yang jelas penyesuaian tarif ini harus tersampaikan. Untuk dampak sendiri tidak berpengaruh apa-apa kepada jumlah penumpang,” ungkap Heru.
Salah satu penumpang KA Pangrango bernama Resti Meilawati berharap tarif kereta tersebut bisa kembali turun, pasalnya harga yang diterapkan saat ini dinilai terlalu memberatkan masyarakat. “Ya jelas enggak setuju, tapi mau gimana lagi. Alternatif transportasi yang cepat ya kereta, mudah-mudahan sih bisa turun lagi,” ucapnya.