
JANGAN dikira Pulau Menjangan yang akan saya ceritakan adalah salah satu pulau di Karimun Jawa, kepulauan indah di Jawa Tengah sana. Jangan salah dulu. Sebab, ada juga Pulau Menjangan di dekat Pulau Bali. Belum seterkenal destinasi wisata lain di Bali, memang. Tetapi, akhir-akhir ini banyak orang yang mulai mem-posting foto-foto keindahan bawah lautnya.
Karena penasaran dengan keindahannya, saya nekat pergi ke Pulau Menjangan meski hanya sehari. Sangat kilat, ya. Setelah melobi teman sana-sini, akhirnya saya menemukan partner nekat ke Pulau Menjangan pada Mei lalu.
Petualangan dimulai. Pada Sabtu pukul 21.30 WIB, saya dan teman saya berangkat naik kereta api dari Stasiun Gubeng, Surabaya, dengan KA Mutiara Timur menuju Banyuwangi.
Sampai di Banyuwangi pukul 04.30 WIB, langit masih gelap. Kami memutuskan mencari musala terdekat untuk salat Subuh. Keluar dari Stasiun Rogojampi, duduk di warung sambil menunggu teman, kami disuguhi panorama Gunung Argopuro.
Setiba di Pantai Watudodol, Banyuwangi, mobil diparkir dekat bibir pantai. Kami bersiap ganti baju sambil membawa perlengkapan snorkeling dan kamera. Tas dan barang-barang lain sengaja ditinggal di dalam mobil agar kami nggak ribet waktu menyeberang.
Voila! Aku terkejut melihat perahu caping super duper kecil yang akan mengantar ke Pulau Menjangan. Sempat ragu dan takut banget, gimana kami nanti pas nyebrang di lautan Selat Bali? Apa mampu?
Nyaliku tiba-tiba menciut. Baru kali ini aku naik perahu kecil menyebrangi Selat Bali. Naik kapal feri yang besar aja kadang merinding, apalagi kapal yang duduknya hanya cukup untuk satu orang. “Ya Allah,lindungi kami selamat sampai pulang nanti,” doaku dalam hati.
Kepalang tanggung, kuberanikan diri. tAku pikir perjalanan itu nggak terlalu lama, perkiraanku 30 menit sudah sampai tujuan. Tetapi, tidak terasa ketika melihat jam di tanganku, sudah lebih dari sejam aku berada di tengah-tengah lautan bergelombang tersebut. Ada rasa takut dan khawatir.
Anehnya, saya sekaligus takjub dan bahagia tidak terkira. Kenapa? Ya, pemandangan di sekeliling perahu dan lautan itu sungguh indah luar biasa. Sejauh mata memandang, ada hamparan laut biru dengan hijau tosca yang berpadu warna hijau kecokelatan deretan pulau-pulau di sekitarnya.
Di dermaga, sudah berjajar perahu besar dan speedboat, yang semua penumpangnya adalah orang asing. Memang, destinasi tersebut menggiurkan wisatawan luar negeri karena panorama bawah lautnya masih sangat alami. Kami bersandar sebentar di dermaga sambil mengurus surat perizinan untuk snorkeling di area itu.
Setelah izin beres, kami langsung menuju titik penyelaman. Sebenarnya banyak spot untuk snorkeling. Kami memilih yang agak landai lantaran sadar diri masih pemula.

Pengalaman pertama snorkeling tersebut membuatku beradaptasi dulu dengan laut dan alat snorkeling-ku. Tidak terhitung sudah berapa kali aku menelan air laut yang sangat asin itu. Setelah 15 menit berada di dalam air, akhirnya aku dan teman-teman mulai berenang ke tengah. Tidak terasa sudah tiga jam kami berada di dalam lautan.
Setelah sejam beristirahat, kami menyebe rangi Selat Bali kembali ke Pantai Watudodol, Banyuwangi. Tepat pukul tiga sore, perahu kami berhasil dengan selamat bersandar di bibir Pantai Watudodol. Mungkin dalam hidupku, perjalanan
kali ini benar-benar tidak bisa dilupakan. Makin cinta dengan keindahan alam Indonesia. Di mana pun itu, kita perlu bersyukur menjadi anak Indonesia dengan segala kekayaan alamnya! Salam ransel dari saya. (*)
Neynie Lestari
dimuat di JawaPos 28/08/2014