Rebranding, PT KAI Luncurkan KA Argo Cheribon Jelang HUT RI

PT KAI akan mengganti nama Argo Jati menjadi Argo Cheribon
PT KAI akan mengganti nama Argo Jati menjadi Argo Cheribon yang disingkat Gocher - www.radarcirebon.com

Jika tidak ada aral melintang, PT Indonesia (KAI) DAOP 3 Cirebon akan meluncurkan rangkaian KA Argo Cheribon pada tanggal 16 Agustus 2019. Ini adalah gabungan tiga rangkaian api yang sudah beroperasi sebelumnya, yakni KA Argojati, KA Cirebon Ekspres, dan KA Tegal Bahari, yang diubah menjadi single service.

“KA Argo Cheribon merupakan single service dengan kelas dan pada setiap rangkaian kereta, dengan menggunakan jenis rangkaian yang termasuk baru kami operasikan yang kami sebut dengan rangkaian new image,” ujar Manajer Humas DAOP 3 Cirebon, Kuswardoyo, dilansir Kompas. “Rangkaian KA yang akan beroperasi terdiri dari dua kelas, yakni eksekutif dan ekonomi.”

Kuswardoyo menambahkan, rebranding atau perubahan nama tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna kereta api. Selain itu, menurut dia, penggantian nama juga agar rangkaian kereta api yang akan melayani masyarakat tersebut tampil lebih fresh dan berbeda. “KA Argo Cheribon atau disingkat GoCher akan diluncurkan 16 Agustus 2019,” sambungnya.

Nantinya, KA Argo Cheribon ini akan melayani empat , yakni relasi Gambir-Cirebon, Cirebon-Gambir, Gambir-Cirebon-Tegal, dan Tegal-Cirebon-Gambir. Untuk relasi Gambir-Cirebon dan Cirebon-Gambir, masing-masing memiliki lima , sedangkan relasi Gambir-Cirebon-Tegal dan Tegal-Cirebon-Gambir, masing-masing memiliki tiga jadwal keberangkatan.

Sayangnya, penggunaan KA Argo Cheribon untuk terbaru ini menuai polemik. Penggunaan nama Argo Cheribon dinilai tidak peka dan tidak memerhatikan kearifan budaya lokal. Belum lagi pemakaian logo berupa buah ceri yang dianggap tidak ada korelasi branding KA Argo Cheribon dengan budaya Cirebon.

“Saya lebih setuju dengan penamaan sebelumnya, atau bila rebranding, menjadi KA Argo Caruban, atau nama-nama lain yang sesuai dengan sejarah berdirinya Cirebon pada masa lalu,” tandas akademisi Universitas Swadaya Gunung Jati, Dr. Junaedi Noer, MM. “Penggunaan Cheribon membuat persepsi budaya Cirebon menjadi hilang.”