Jakarta – PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan mendatangkan kereta buatan China untuk dioperasikan di Bali mulai tahun 2024 mendatang. Kereta yang dapat beroperasi tanpa rel atau Autonomous Rail Rapid Transit (ART) tersebut rencananya akan menghubungkan Bandara Internasional Ngurah Rai ke kawasan Sanur.
“Dalam rencana urban transport di Bali di mana sesuai dengan rencana induk perkeretaapian nasional, kemudian rencana induk perkeretaapian di daerah Bali dan masuk dalam RPJMN 2020-2024, maka akan dibangun kereta yang akan menghubungkan Bandara Ngurah Rai ke arah Sanur,” kata Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo, Selasa (7/7) lalu, seperti dilansir CNBC Indonesia.
Menurut dokumen PT KAI, kereta tersebut akan beroperasi pada rute sepanjang 21 km. Jarak sejauh 21 km tersebut diperkirakan dapat ditempuh dalam kurun waktu 35 menit dengan headway 10 menit. Sarana yang diperkirakan sebanyak 12 train set atau rangkaian kereta. Dari jumlah itu, sebanyak 10 rangkaian kereta bakal dioperasikan dan 2 lainnya adalah rangkaian kereta cadangan. “Jaraknya sekitar 21 km, kalau PP (pulang pergi) sekitar 46 km. Rencananya ini akan ada sekitar 15-20 stasiun dalam jarak 21 km itu,” terang Didiek.
KAI sendiri sekarang masih memperhitungkan apakah memungkinkan business to business proyek tersebut atau memerlukan dana dari pemerintah. Berdasar kajian terakhir, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, I Gede Wayan Samsi Gunarta menuturkan bahwa proyek kereta buatan China itu menghabiskan dana sekitar Rp1,2 triliun. “Anggarannya, bisnis to bisnis kemarin hitungan kasarnya Rp1,2 triliun hanya untuk lintasan dan rolling stop ditambah dengan stasiun, tapi belum termasuk BED,” ucap Samsi.
Kereta ART tersebut nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan untuk komuter dan khususnya oleh para wisatawan yang datang ke Bali. “Memang rencananya itu ditargetkan untuk connecting dari bandara ke Kota Denpasar sampai ke Sanur. Jadi mengkonek bandara ke hotel-hotel yang cukup bagus dan pusat-pusat keramaian. Diutamakan sih untuk commuting tapi market utama kita sebenarnya di pariwisata jadi mengurangi pergerakan kendaraan dan lebih kepada pergerakan transportasi publik yang kira-kira bisa dimanfaatkan oleh wisatawan,” ungkap Samsi.