
Makassar – Proyek nasional Kereta Api (KA) Makassar – Parepare ditargetkan untuk beroperasi pada bulan Juni 2021 mendatang. Target ini diharapkan dapat tercapai jika seluruh struktur pemerintahan bekerja dan membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait agar mempermudah proses pembebasan lahan.
“Saya kira target Juni 2021 ini, bukan target yang muluk-muluk selama struktur pemerintahan di Kabupaten Pangkep maupun Maros bekerja secara sistematis,” kata Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah di Makassar, Selasa (16/6), seperti dilansir Antara. Nurdin juga menjelaskan bahwa seluruh pembebasan lahan untuk proyek tersebut mulai menemukan titik terang.
Ia pun mengakui jika proyek tersebut berhasil, maka perekonomian di daerah yang terhubung pun akan lebih mudah. Nurdin mencontohkan, masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Barru dan Pangkep dapat menjangkau Kota Makassar untuk bekerja, demikian pula sebaliknya. Tak hanya itu, pengiriman barang dan akses untuk menjangkau daerah lain pun akan jadi lebih mudah.
“Demikian juga angkutan barang kita bisa lebih murah dan tidak ada lagi kontainer berkeliaran di jalan-jalan. Jadi, banyak hal-hal objektif yang kita bisa rasakan kalau kereta api ini bisa selesai,” jelas Nurdin.
Sementara itu, dari sisi pengawasan hukum pun Pemprov Sulawesi Selatan, Dirjen Perkeretaapian Kementerian PUPR, Kakanwil BPN, dan pihak terkait tak pernah khawatir karena pihak Kejati Sulsel terus mengawal proyek tersebut. “Sekali lagi tidak usah ragu, karena kita di-backup Kepala Kajati yang dari awal sudah betul-betul mengawal ini,” tegas Nurdin.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Firdaus Dewilmar menambahkan, proses pembebasan lahan untuk proyek strategis kereta api jalur Pangkep dan Maros akan selesai dalam kurun waktu 2 bulan karena proses pembebasan 2.096 lahan berstatus kategori tiga tersebut tak lagi melibatkan Kepala Desa, Kepala Kelurahan, dan Kepala Wilayah Kecamatan.
Harga bidang tanah di jalur proyek kereta api itu juga telah ditentukan oleh lembaga appraisal independen. Sedangkan untuk hak garap lahan tidak membutuhkan surat keterangan kepala desa. “Tidak melibatkan lagi kepala desa, kepala kelurahan, dan camat. Cukup pengakuan penggarap dan diperkuat dua orang saksi dari tokoh masyarakat,” tandasnya.
Kepala Wilayah BPN Sulawesi Selatan, Bambang Priono yang hadir pada kesempatan sama juga menuturkan, yang dimaksud dengan lahan kategori tiga adalah lahan yang dikelola secara ikhlas selama bertahun-tahun. “Lahan kategori tiga adalah lahan yang dikuasai dan digarap oleh rakyat secara ikhlas dan sadar selama dua puluh tahun,” tutupnya.