Pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya menjaga keselamatan saat melewati pintu palang perlintasan kereta api tampaknya masih rendah, terbukti dengan masih tingginya angka korban jiwa akibat menerobos pintu perlintasan tersebut. Hal inilah yang tampaknya menginspirasi PT KAI untuk membangun suatu solusi berupa jalan layang (flyover) atau jalan bawah tanah (underpass).
Kepala Humas DAOP I PT KAI, Bambang Priyatno, mengatakan bahwa pihak PT KAI harus menanggung berbagai macam kerugian akibat kerusakan sarana dan prasarana (lokomotif, gerbong, dan jalur KA), serta kerugian akibat terhambatnya perjalanan kereta api. Untuk menghindari hal tersebut, pintu perlintasan KA idealnya dibuat semacam flyover atau underpass.
“Pandangan keliru (masyarakat awam) adalah jika perlintasan sebidang KA itu (menjadi) beban tanggung jawab PT KAI, karena tugas kami menyelamatkan perjalanan KA. Jika terjadi sesuatu di perlintasan maka akan berdampak korban akan sangat banyak, karena Kereta Api tidak bisa melakukan pengereman mendadak untuk berhenti, maka dari itu UU memberikan proritas lebih utama pada perjalanan Kereta Api untuk didahulukan,” tutur Bambang saat ditemui wartawan pada hari Sabtu (28/3) di Jakarta.
Berdasarkan data yang diliki oleh PT KAI Daop 1 Jakarta, perlintasan di wilayah ini hanya memiliki sebanyak 48 titik perlintasan flyover dari total seluruhnya 533 perlintasan. Sedangkan sisanya, 158 titik dijaga oleh PT KAI, 35 titik dijaga pihak luar, 106 tidak perlintasan tidak dijaga, dan masih terdapat 186 yang berstatus perlintasan liar.
“Tidak hanya (di pintu) perlintasan saja yang rawan kecelakaan, melainkan sepanjang jalur rel Kereta Api pun (sebenarnya) sangat dilarang untuk digunakan sebagai tempat berlalu lalang. Sudah banyak korban yang luka-luka maupun meninggal dunia. Dalam seminggu, rata-rata kurang lebih 2 sampai 3 orang jadi korban,” tukasnya.