Pendapatan PT KAI Turun Drastis Akibat Virus Corona

Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI - ekonomi.bisnis.com
Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI - ekonomi.bisnis.com

Jakarta – PT Api Indonesia (KAI) mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena merebaknya pandemi (Covid-19). Penurunan pendapatan itu terjadi karena volume yang diangkut juga turun drastis.

“Jadi dalam kondisi normal kami tiap hari angkutan penumpang bisa mendapatkan sekitar Rp23 miliar dalam satu hari. Sekarang ini hanya sekitar Rp300-an juta atau Rp400 juta,” ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, Selasa (30/6), seperti dilansir CNBC Indonesia.

Anjloknya pendapatan tersebut sudah terjadi dari pertengahan bulan Maret 2020 seiring dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah. Pada kondisi tersebut, KAI hanya dapat mengoperasikan kereta komuter dan lokal. “Kami hanya mengoperasikan sangat minim daripada angkutan bahkan sekarang ini kalau kita lihat persentase kita itu hanya sekitar 7%,” tutur Didiek.

Sementara itu, pada masa pelonggaran PSBB, beberapa rute kereta jarak jauh pun mulai dibuka. Akan tetapi, pembukaan rute jarak jauh tersebut tampaknya kurang disambut antusias oleh para penumpang. “Kita mencoba melakukan operasi kereta jarak jauh namun dengan syarat sesuai protokol Covid-19, penumpang itu harus rapid test, swab test, SIKM itu belum menimbulkan minat untuk bepergian,” tutur Didiek.

Menurut data bulan Juni 2020, pemasukan PT KAI kabarnya mulai membaik sejak dilonggarkannya PSBB. Untuk KRL misalnya, dari yang sebelumnya anjlok 180 ribu penumpang kini sudah mulai mencapai angka 300 ribu penumpang lagi.

Ia sendiri berharap utang dari pada PT KAI dapat segera dibayar. Didiek mengungkapkan bahwa utang pemerintah yang belum dibayar nilainya mencapai Rp257,87 miliar. Utang itu adalah kekurangan pembayaran pemerintah terhadap kewajiban pelayanan publik (PSO) atau subsidi tahun 2015, 2016, dan 2019.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2015, pemerintah masih belum membayar sebesar Rp108,27 miliar. Sedangkan dari data LHP BPK 2016, pemerintah kurang bayar Rp2,22 miliar. “Sementara untuk tahun 2019 yang dilakukan audit tahun 2020 berdasarkan LHP tanggal 30 April 2020 maka pemerintah dinyatakan kurang bayar sebesar Rp147,38 miliar,” tandas Didiek.