JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) telah ditunjuk untuk memimpin sekaligus sebagai investor proyek kereta api ringan (light rail transit atau LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek). Untuk menyukseskan proyek tersebut, pemerintah berniat mengucurkan dana sebesar Rp5,6 triliun kepada PT KAI melalui skema penyertaan modal negara (PMN).
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, menerangkan bahwa pembiayaan proyek LRT Jabodebek ini menggunakan skema kombinasi antara dana pemerintah dan investasi BUMN, dalam hal ini PT KAI dan PT Adhi Karya Tbk. “Jadi, nanti kombinasi antara pemerintah dengan BUMN. Pemerintah melalui PMN dan PSO (public service obligation),” jelasnya.
“Selain PMN ini, PT KAI juga diharapkan bisa mencari tambahan pinjaman modal lainnya, kepada bank-bank BUMN, guna mendanai proyek LRT ini hingga selesai,” sambung Mardiasmo. “Skema ini juga dimaksudkan agar PT KAI bisa menjadi lebih fleksibel mencari pinjaman.”
Meski demikian, diakui Mardiasmo, pihaknya belum menentukan apakah dana PMN ini akan dikeluarkan pemerintah dalam APBN-P 2017 atau APBN 2018. Sebab, jika melihat kebutuhan PT Adhi Karya Tbk, selaku kontraktor pengerjaan proyek LRT, kedua opsi tersebut dianggap sebagai pilihan yang paling cepat. “Pilihannya di antara dua, apakah APBN Perubahan tahun ini atau di APBN 2018,” tambahnya.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, menuturkan bahwa penambahan dana bagi PT KAI harus diputuskan oleh DPR RI. Namun, penambahan dana ini memang perlu dilakukan karena PMN sebelumnya tidak cukup untuk mendanai proyek ini. “Karena itu, akan diberikan masa konsesi dan juga diberikan subsidi selama 12 tahun dan sumber subsidi bisa berasal dari APBN dan APBD DKI Jakarta,” jelas Sugihardjo.