PMPHI Minta Aparat Hukum dan Pemerintah Usut Sengketa Lahan

– Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) meminta aparat penegak hukum bekerjasama dengan Komisi Yudisial (KY) serta setempat untuk menindaklanjuti masalah milik (KAI) dengan PT Arga Citra Kharisma (ACK) di Kompleks Medan Centre Point di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur.

“Tidak tertutup kemungkinan adanya mafia tanah yang bermain di balik sengketa lahan tersebut. Permainan ini dipastikan melibatkan beberapa oknum aparat penegak hukum. Sulit dipercaya jika aset negara bisa sampai jatuh ke tangan pengembang,” ungkap Gandi Parapat, Koordinator PMPHI, di Medan, Sumatera Utara, Minggu (18/8/2013).

Gandi juga mengatakan, hakim yang melaksanakan proses persidangan peninjauan kembali (PK) atas permohonan dari tersebut, diharapkan dapat melakukan pengkajian lebih mendalam agar dapat meninjau kasus sengketa lahan tersebut secara utuh. Harapan ini disebabkan kecurigaan terhadap keputusan pengadilan yang memenangkan perkara eksekusi .

“Proses peninjauan kembali yang diajukan PT KAI itu harus dihormati. Ini merupakan mementum kerjasama dari setiap lembaga penegakan hukum, supaya memperlihatkan keadilan hukum. Jangan sampai keadilan diabaikan karena faktor kepentingan yang merasa sama saling menguntungkan,” imbuhnya.

Menurut Gandi aparat penegak hukum haruslah bekerjasama dengan pemerintah untuk berkoordinasi dalam mengusut tuntas kasus sengketa lahan tersebut. Dikhawatirkan dengan tidak adanya jaminan keadilan hukum dapat mengakibatkan dampak yang meluas. lain diluar PT KAI bisa saja menjadi korban ketidak adilan pengadilan.

“Tidak sedikit persoalan sengketa lahan yang pada akhirnya dimenangkan mafia peradilan. Kita tidak menuduh PT ACK bagian dari mafia itu. Namun sangat ironis, luas lahan total 74.000 meter persegi kini hanya tinggal lahan di Jalan Jawa seluas 3.700 meter persegi, yang dikuasai PT KAI. Diduga, ada permainan di balik kasus ini,” katanya lagi.

Gandi menambahkan, selama kasus itu masih dalam proses hukum, apalagi dengan adanya PK, maka tidak dapat dilakukan eksekusi oleh siapa pun. Sebab, proses eksekusi dianggap melanggar hukum jika nantinya PK tersebut memenangkan PT KAI. Artinya, putusan Mahkamah Agung yang memenangkan PT ACK belum berkekuatan hukum.

“Kita mendukung Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan melaporkan kasus itu ke Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Kita minta pimpinan Polri menindak mereka yang melanggar hukum. Oknum aparat sekalipun bila terlibat harus dipecat. Indikasi ini sudah dapat terlihat berdasarkan kelengkapan bukti yang mengantongi surat,” jelasnya.

Gandi menyampaikan, kasus sengketa lahan itu murni milik PT KAI. Sebab, PT KAI menjadi pemilik sah lahan tersebut berdasarkan surat Menteri Keuangan No S-1069/HK.03/1990, tertanggal 4 September 1990 dan Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 530.22-134, tertanggal 9 Januari 1991 lalu.

Dalam surat tersebut disebutkan, bahwa tanah sengketa merupakan hasil konversi hak barat yang dikuasai sepenuhnya oleh BUMN. Bahkan, Mahkamah Agung tidak seharusnya dapat mengabulkan permohonan PT ACK meskipun ACK memberikan ganti rugi sebesar Rp 13 miliar itu. Sebab, lahan tersebut merupakan aset negara yang tidak boleh dilepas begitu saja.

Tentang Dinar Firda Rosa 263 Articles
Peminat studi Teknik Informatika, saat ini bermukim di Malang - Jawa Timur