Di Indonesia sistem penomoran kereta api yang pertama kali digunakan berasal dari Belanda yang dianut oleh perusahaan kereta api di Hindia-Belanda, yakni Staatsspoorwegen (SS), Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).
Pada masa itu, sistem penomoran lokomotif adalha berdasarkan kelas dan nomor urut lokomotif milik perusahaan yang bersangkutan. Namun pada masa penjajahan jepang, sistem penomoran kereta api berubah menjadi sistem penomoran sesuai dengan susunan roda AAR, yaitu menurut jumlah sumbu/as roda(gandar) penggerak. Hingga saat ini, sistem buatan Jepang masih digunakan untuk lokomotif diesel.
Pada Tahun 2010, diturunkan Peraturan Menhub No. 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian. Dalam peraturan tersebut, terdapat 4 poin utama, yakni Kodefikasi jenis sarana kereta api, Klasifikasi sarana kereta api, Tahun mulai beroperasinya sarana kereta api, dan Nomor urut sarana kereta api.
Penulisan sistem penomoran menurut peraturan Menhub ini memiliki ketentuan bentuk huruf yang digunakan adalah Arial dengan size 140, di mana huruf dan angka menggunakan warna putih dengan latar belakang warna hitam.
Sistem Penomoran Lokomotif
Format penomoran sarana lokomotif yang digunakan adalah: [jumlah gandar penggerak dalam huruf] [klasifikasi lokomotif] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]
Dengan ketentuan jumlah gandar penggerak menyatakan banyaknya gandar dalam satu bogie dan dinyatakan dalam huruf, yaitu:
- A untuk 1 gandar penggerak
- B untuk 2 gandar penggerak
- C untuk 3 gandar penggerak
- D untuk 4 gandar penggerak.
Sedangkan untuk klasifikasi lokomotif terdiri dari 3 digit angka desimal. Angka pertama akan menunjukkan kode sistem penggerak lokomotif, yaitu:
- 1 untuk lokomotif listrik (diesel mekanik),
- 2 untuk lokomotif diesel elektrik,
- 3 untuk lokomotif diesel hidraulik,
- 4 untuk lokomotif multi power
Untuk tahun mulai operasi/dinas menunjukkan angka tahun mulai beroperasinya lokomotif tersebut dan nomor urut diberikan dalam 2 digit angka desimal berdasarkan tahun mulai operasi/dinas.
Contoh: CC 204 08 07
CC menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 3 gandar penggerak, 204 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 04 dengan tahun mulai operasi 2008 serta nomor urut 07.
Sistem Penomoran Kereta (Penumpang)
Format penomoran sarana kereta yang digunakan adalah: [kelas kereta] [jenis kereta] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]
Dengan ketentuan kelas kereta menunjukkan jenis kelas dan fasilitas dari kereta bersangkutan, dinyatakan dengan kode huruf dan satu digit angka yaitu:
• 1 untuk kelas eksekutif
• 2 untuk kelas bisnis
• 3 untuk kelas ekonomi
Sedangkan kode huruf “K” menunjukkan kereta penumpang biasa, “M” menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan dan dapur, “P” menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas genset diesel dan “B” menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang bagasi. Kode huruf ini bisa saling bersusun seperti KP, MP, KMP dan BP.
Sedangkan jenis kereta menunjukkan kereta yang ditarik lokomotif atau memiliki penggerak sendiri dengan rincian:
• 0 untuk kereta penumpang yang ditarik lokomotif;
• 1 untuk Kereta Rel Listrik (KRL);
• 2 untuk Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE);
• 3 untuk Kereta Rel Diesel Hidraulik (KRDH).
Untuk tahun mulai operasi dan nomor urut aturannya sama seperti lokomotif
Contoh: K1 0 01 08
Kode di atas menunjukkan kereta kelas eksekutif (K1) yang ditarik lokomotif dengan tahun mulai operasi 2001 dan nomor urut 08.
Sistem Penomoran Gerbong (Barang)
Format penomoran gerbong yang digunakan adalah: [jenis gerbong] [kapasitas muat] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]
Dengan ketentuan jenis gerbong menunjukkan jenis bentuk gerbong tersebut, yaitu:
• GD untuk gerbong datar (PPCW, PKPKW dsb);
• GB untuk gerbong terbuka (YYW, ZZOW, TTW, KKBW dsb)
• GT untuk gerbong tertutup (GW, GGW, GR dsb)
• GK untuk gerbong tangki/silinder.
Sedangkan kapasitas muat menunjukkan daya angkut maksimum dalam satuan ton, dinyatakan dalam dua digit angka. Untuk tahun mulai operasi dan nomor urut penomoran sama seperti lokomotif.
Contoh: GD 40 80 03
Kode ini menunjukkan gerbong datar dengan kapasitas muat maksimum 40 ton, mulai dioperasikan sejak 1980 dengan nomor urut sarana 03.
Sistem Penomoran Peralatan Khusus
Format penomoran sarana peralatan khusus yang digunakan adalah: [kode sarana khusus] [jenis sarana khusus] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]
Dengan ketentuan kode sarana khusus dinyatakan dalam 2 huruf sebagai berikut:
• SI untuk kereta inspeksi (KAIS);
• SN untuk kereta penolong (NR, NW dsb);
• SU untuk kereta ukur;
• SE untuk kereta derek;
• SR untuk kereta pemeliharaan jalan rel.
Sedangkan jenis sarana khusus dinyatakan seperti halnya jenis sarana kereta, yaitu:
• 0 untuk sarana khusus yang ditarik lokomotif;
• 1 untuk sarana khusus berpenggerak listrik;
• 2 untuk sarana khusus berpenggerak diesel elektrik
• 3 untuk sarana khusus berpenggerak diesel hidraulik
Untuk tahun mulai operasi dan nomor urut penomoran yang digunakan seperti penomoran loko.
Contoh: SI 3 07 05
Kode di atas menunjukkan kereta inspeksi dengan sistem penggerak diesel hidraulik yang mulai beroperasi sejak 2007 dengan nomor urut 05.