JAKARTA – Peraturan Menteri 62 Tahun 2013 terkait Track Access Charge (TAC) yang harus dibayarkan PT KAI. Seperti yang diberitakan sebelumnya, tentang TAC dan IMO.
PT KAI sebagai operator kereta berkewajiban membayar TAC kepada pemerintah dan juga menanggung biaya penyusutan (ID), sedangkan pemerintah hanya berkewajiban menanggung dana Infrastructure Maintenance and Operation (IMO).
Taufik Hidayat sebagai pengamat perkeretaapian, meningatkan, jika nantinya Permen ini diterapkan, kereta akan sulit bersaing dengan moda transportasi lain, pada Kamis (4/7).”Kendaraan pribadi, misalnya, tidak perlu membayar biaya penggunaan jalan raya. Sebaliknya, kereta yang seharusnya menjadi transportasi massal justru dibebani biaya penggunaan infrastruktur yang tinggi. Ini akan menghancurkan perkeretaapian kita,” tagasnya.
Taufik menyarankan, seharusnya operator kereta, yaitu PT KAI tidak harus dibebani TAC. Kalaupun harus ada, jumlahnya pun harusnya lebih kecil daripada biaya IMO.
Sayangnya,Permen ini lebih memberatkan operator. Karena pada tahun-tahun sebelumnya, biaya TAC disamakan dengan biaya IMO dan belum ada biaya ID yang harus ditanggung PT KAI.
PT KAI juga harus membayar berbagai pajak yang nilainya Rp 715 miliar tahun ini. PAdahal subsidi dari pemerintah untuk penumpang yang diberikan melalui PSO hanya sebesar Rp 704 miliar.
“Kalau biaya TAC lebih besar daripada IMO, apa operator tidak akan bangkrut? Kondisi ini merupakan lompatan mundur bagi perkeretaapian kita,” imbuh Taufik.
Sementara itu, menurut Ignasius Jonan, Dirut PT KAI, apabila penghitungan TAC Permen 62/2013 diberlakukan, PT KAI tidak punya pilihan selain membebankan biaya tersebut ke karcis penumpang.
“Kalau negara memandang bahwa investasi untuk prasarana perkeretaapian, seperti rel dan persinyalan, harus menjadi beban masyarakat, subsidi BBM juga perlu dihapus karena substansinya sama saja. Dari sudut pandang lain, semua kendaraan yang menggunakan jalan raya tidak menanggung beban perawatan dan pembuatan jalan,” jelas Jonan.
Di lain pihak, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Ditjen Perkeretaapian, Hanggoro Budi Wiryawan menegaskan bahwa PM 62/2013 tersebut baru bersifat normatif. “Kami akan melibatkan Kementerian Keuangan untuk pembahasan masalah ini,” tegasnya.
Menurut Hanggoro, jumlah TAC tidak akan lebih besar daripada biaya IMO yang diberikan pemerintah. “Jika TAC lebih tinggi daripada IMO, efeknya adalah tarif kereta mahal dan tidak terjangkau masyarakat,” imbuhnya.